Kamis, 29 November 2012

PELATIHAN PTK MGMP SMP

WORKSHOP PENGEMBANGAN KARIR PTK DIKDAS MGMP MATEMATIKA
Diselenggarakan di SMP Negeri 1 Juwana dengan Jumlah Peserta 60 orang guru Matematika.

Senin, 26 November 2012

ARTIKEL MATEMATIKA

MATEMATIKA DAN CARA MENGAJARKANNYA

Jika merunut catatan sejarah, Matematika telah lahir sejak 3000 SM yaitu pada saat Bangsa Mesir Kuno dan Babilonia mulai menggunakan aritmetika, aljabar, dan geometri untuk keperluan astronomi, bangunan dan konstruksi, perpajakan dan urusan keuangan lainnya. Sistematisasi matematika menjadi suatu ilmu, baru terjadi pada zaman Yunani Kuno yakni antara tahun 600 dan 300 SM. Sejak saat itu matematika mulai berkembang luas, interaksi matematika dengan bidang lain seperti sains dan teknologi semakin nampak. Kini, matematika telah menjadi alat penting dalam berbagai hal. Hampir setiap bidang ilmu dan teknologi memakai matematika. Dalam realita yang demikian, penguasaan terhadap matematika menjadi syarat perlu agar dapat mempertahankan eksistensi di era perkembangan ilmu dan teknologi sekarang ini.

Pembelajaran matematika secara formal umumnya diawali di bangku sekolah. Sementara itu, matematika di sekolah masih menjadi pelajaran yang menakutkan bagi para siswa. Di antara berbagai faktor yang memicu hal ini adalah proses pembelajaran yang kurang asyik dan menarik. Model pembelajaran yang sering di temui pada pembelajaran matematika adalah proses pembelajaran bercorak “teacher centered”, yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru. Sehingga guru menjadi pemeran utama dan kehadirannya menjadi sangat menentukan. Pembelajaran menjadi tak dapat dilakukan tanpa kehadiran guru. Siswa cenderung pasif dan tidak berperan selama proses pembelajaran. Sehingga proses yang muncul adalah “take and give”. Dalam merangkai pembelajaran, guru pada umumnya terbiasa dengan model standar, yakni pembelajaran yang bermula dari rumus, menghapalnya, kemudian diterapkan dalam contoh soal.

Model pembelajaran yang demikian tidak memberi ruang bagi siswa untuk melakukan observasi (mengamati), eksplorasi (menggali), inkuiri (menyelidiki), dan aktivitas-aktivitas lain yang memungkinkan mereka terlibat dan memahami permasalahan yang sesungguhnya. Model seperti ini yang mengakibatkan matematika bak kumpulan rumus yang menyeramkan, sulit dipelajari, dan nampak abstrak.

Bagaimana Sebaiknya Matematika Diajarkan?


Matematika adalah ilmu realitas, dalam artian ilmu yang bermula dari kehidupan nyata. Selayaknya pembelajarannya dimulai dari sesuatu yang nyata, dari ilustrasi yang dekat dan mampu dijangkau siswa, dan kemudian disederhanakan dalam formulasi matematis. Mengajarkan matematika bukan sekedar menyampaikan aturan-aturan, definisi-definisi, ataupun rumus-rumus yang sudah jadi. Konsep matematika seharusnya disampaikan bermula pada kondisi atau permasalahan nyata. Berikut tahapan pengajaran yang dapat dilakukan:
  1. Siswa dibawa untuk mengamati dan memahami persoalan terlebih dahulu. Selanjutnya perkenalkan beberapa definisi penting yang harus dipahami agar siswa memiliki bekal untuk memahami fenomena-fenomena yang mereka temukan di lapangan.
  2. Ajak siswa untuk melakukan eksplorasi, mencoba-coba, dan biarkan mereka melihat apa yang terjadi. Di sini akan ada proses memunculkan ide-ide kreatif yang boleh jadi diluar dugaan guru. Di sinilah ruang kreatifitas terbentuk. Siswa akan lebih menikmati proses pembelajaran yang dilakukan.
  3. Biarkan siswa membuat hipotesis/dugaan atas apa yang mereka lakukan.
  4. Guru bersama siswa membahas kegiatan yang dilakukan. Berikan kesempatan pada para siswa untuk mempresentasikan hasil pengamatan mereka. Kemudian baru dilakukan proses verifikasi, meluruskan apa yang sudah dilakukan sehingga muncul formula atau rumus atau model yang dapat dijadikan rujukan ketika siswa menemukan persoalan serupa.
  5. Satu hal yang juga tidak kalah penting adalah proses mengapresiasi. Seandainya hipotesis yang diambil oleh siswa ternyata kurang tepat maka guru hendaknya tetap memberi apresiasi. Dengan seperti itu, maka siswa akan tetap terpacu motivasinya.


Sebagai contoh dalam pembelajaran mengenai perbandingan trigonometri . Pembelajaran trigonometri sering kali ditakuti karena yang nampak ke permukaan adalah simbol-simbol dan rumus-rumus yang abstrak. Adapun maknanya jarang diangkat dan dipahamkan kepada para siswa. Perbandingan trigonometri sesungguhnya berawal dari persoalan nyata. Berikut salah satu alternatif pengajaran yang dapat dilakukan:
  1. Guru terlebih dahulu menjelaskan definisi-definisi penting sebagai bekal bagi mereka untuk melakukan observasi dilapangan.
  2. Selanjutnya minta para siswa untuk mengukur tinggi benda-benda seperti tiang bendera, pohon, bangunan kelas, dan lain-lain. Biarkan mereka berekslporasi menemukan caranya sendiri. Dari sisni tentu akan ada beragam cara yang diusulkan siswa agar dapat mengukur tinggi benda-benda tersebut. Dalam hal ini guru bertugas mengakomodir berbagai respon yang muncul, membimbing, dan mencoba mengarahkan para siswa agar tidak terlalu keluar dari wilayah yang dijadikan tujuan.
  3. Berikutnya guru dapat mengarahkan siswa untuk menerapkan perbandingan trigonometri dalam permasalahan tersebut. Misalnya akan diukur tinggi pohon P. Minta salah seorang siswa, katakanlah siswa A, berdiri dalam jarak tertentu terhadap benda yang ingin diukur ketinggiannya. Misalkan jaraknya x meter. Dengan bantuan klinometer dapat diketahui besarnya sudut yang dibentuk oleh siswa A dengan pohon P, katakanlah sudut yang dibentuk adalah ?. Dengan menggunakan aturan tangent, dengan mudah akan diperoleh tinggi pohon P. yakni:
Tinggi pohon P = x tan(?)

  1. Ajak siswa membandingkan efektifitas dan tingkat kemudahan berbagai macam cara yang diperoleh melalui kegiatan tersebut. Dari sini akan diperoleh gambaran bahwa matematika khususnya perbandingan trigonometri dapat mempermudah menyelesaikan permasalahan yang ada.
  2. Kegiatan pembelajaran dapat diakhiri dengan meminta siswa menuliskan rangkaian kegiatan yang dilakukan hingga hasil akhir yang dicapai. Dengan ini, kemungkinan besar siswa dapat lebih memahami konsep perbandingan trigonometri.


Proses pembelajaran seperti ini, jika terus dilakukan dan dikembangkan dalam berbagai topik pembelajaran matematika , dimungkinkan akan menciptakan pembelajaran matematika yang lebih asyik dan menarik, sekaligus mengikis pencitraan buruk dan menakutkan yang melekat padanya.

WARISAN YANG ANEH

Dahulu kala di negeri Arab, tinggallah seorang Abi bersama dengan tiga orang anaknya. Anak pertama bernama Abdul. Anak kedua bernama Munif dan yang bungsu bernama Farhan (Nama-namanya emang pantes neh kalo dari Arab. Kalo namanya Jeffry kan engga pantes banget, hehehe).  Merasa umurnya tidak akan lama lagi ditambah dengan kondisinya yang sakit-sakitan plus usianya yang memang sudah tua (perfect ammadh yea menuju ajal, wkwkwk), sang Abi mengumpulkan anak-anaknya.
"Wahai para Jundi, aku merasa bahwa tak akan lama lagi aku akan meninggalkan kalian semua. Aku wariskan 23 ekor sapi untuk kalian bagi bertiga (Tapi yang diwarisin ntu bukan ekornya sapi doank lho! Lengkap dengan kepala, badan, kaki, buntut, etc). Aku harap kalian tidak saling bertengkar dan membagi warisan ini dengan adil sesuai dengan yang aku wasiatkan. Abdul..." Abi menoleh kepada anaknya yang sulung.
"Ana, Abi..." jawab Abdul singkat dari sisi kanan pembaringan Abinya.
"Sebagai anak tertua, Anta mendapat bagian paling besar... yaitu SETENGAH. Dan anta Munif..." Abi berganti menoleh ke arah Munif.
"Na'am, Abi" Munif menjawab perlahan dari sisi pembaringan sebelah kiri.
"Anta mendapat jatah SEPERTIGA. Farhan... Ayna Farhan??" Abi menoleh kesana kemari mencari anaknya yang bungsu.
Farhan datang dengan nafas terengah-engah.
"Labbaik, Abi..."  Farhan langsung mencium kening Abinya.
"Min ayna Anta??" tanya sang Abi kepada Farhan yang masih berkeringat.
"Habis menyaksikan hukum pancung untuk orang Indonesia, Bi. Kasian dehh, Ruyati binti Satubi, asal Bekasi, Jawa Barat  itu kan membunuh demi membela diri, karena dia kan akan diperkosa majikannya yang juga tetangga kita." Farhan menjelaskan alasan keterlambatannya.
"Haaah... swudah-swudah, jangan bahas itu. Itu kan cerita tahun 2011 nanti. Ingat lho, sekarang masih tahun 865. Masih 12 abad lagi. Masih tangeh... Anta sebagai Jundi Bontot mendapat bagian terkecil, yaitu SEPERDELAPAN. Fahimtum ???"
"Fahimnaa..." jawab anak-anaknya serempak.
"Eitz, satu lagi... Abi berwasiat bahwa sapi-sapi itu tidak boleh dipotong dan pembagian harus mengikuti ketentuan yang telah Abi tetapkan. Kalau kalian tidak melaksanakan wasiat ini, maka jika Abi wafat nanti, Abi akan menghantui kalian seumur hidup, ehh, seumur mati. Abi akan jadi kuntilanak..." tambah Abinya sambil memandang langit-langit kamar.
"Kuntilanak bukannya untuk hantu perempuan, Bi?!" Munif langsung menyambar petuah Abinya.
"Eh, iya ya... Aaagh, pokoknya sapinya gak boleh disembelih dan pembagian harus sesuai; setengah, sepertiga dan seperdelapan. Fahimtum??"
"Fahimnaa..." sahut anak-anaknya, lagi-lagi secara serempak.

Beberapa hari setelah itu, sang Abi-pun meninggal dunia. Inna lillahi wa inna ilayhi rooji'uuun (Mudah-mudahan sich anak-anaknya bisa melaksanakan wasiatnya neh. Kalo kaga -- dan si Abi betulan jadi hantu --  waaah bisa-bisa jadi bahan skenario film horror neh sama sutradara-sutradara dari Indonesia. Xixixi).
Dan beberapa bulan setelahnya, Abdul dan Munif mulai meributkan masalah warisan dari Abinya itu. Cuma Farhan yang keliatannya tenang-tenang saja. "Kalo jatah gue setengah, berarti bagian buat gue adalah sebelas setengah ekor sapi (1/2 dikali 23 = 11,5). Hmmm... berarti kudu dipotong kalo ingin mengikuti wasiat Abi bahwa jatah gue adalah setengah" begitu yang ada di benak Abdul. Si Sulung itu bersikukuh bahwa jatahnya adalah SETENGAH, dan tidak boleh ditawar-tawar lagi sesuai amanat Abinya. Ia tidak ingin Abinya menjadi hantu kalo bagiannya bukan setengah. Makanya sapinya harus dipotong.

Sebetulnya Munif juga tidak ingin Abinya menjadi hantu. Makanya dia lebih memilih mengalah dan tidak ingin ada satu ekorpun sapi yang dipotong. Jika dihitung jatah untuk Munif adalah 7,67 ekor sapi, engga nyampe delapan ekor (1/3 dikali 23 = 7,67). "Biarlah gue dapet tujuh ekor sapi juga lumayan. Yang penting amanat Abi adalah sapinya tidak boleh ada yang dipotong biar beliau bisa istirahat dengan tenang di alam sana dan tidak jadi hantu" begitu pikir Munif.

Perbedaan opini antara kakak beradik itu membuat keduanya bertengkar mempertahankan argumennya masing-masing. Namun yang menarik adalah : Keduanya mengatasnamakan amanat dari Abinya, dan itulah yang sesuai. Akhirnya mereka menanyakan tentang pembagian warisan yang aneh ini kepada adik bungsunya, Farhan.
"Bro... gimana nih... Gue udah beda pendapat ama Munif. Menurut gue pembagian ini harus sesuai bilangannya, makanya sapi harus dipotong. Tapi si Munif bilang sapinya gak boleh dipotong dan dia cuma mao ambil tujuh ekor aja. Kalo menurutlo gimana, Bro?" tanya Abdul kepada Farhan.
"Astaghfirullohal adziiim...  Afwan kakak-kakakku semuanyaa. Bro-Gue-Elo... itu kan bahasa-bahasa dari barat sana yang engga pantas buat kita orang Timur." nasihat Farhan kepada kedua kakaknya.
"Jiaaaah,, dia malah ceramah nih anak satu. Sok tua lo! Jadi gimana nih??" timpal Munif.
"Begini kakak-kakakku. Kita musyawarah yaa.  Biar Abi bisa beristirahat di alam sana, kita bisa kok melaksanakan semua yang diamanatkan Abi kepada kita. Sapinya tidak dipotong dan bilangan pembagiannya sesuai dengan yang ditetapkan..." lanjut Farhan seperti sedang memberikan kuliah kepada kakak-kakaknya.
"Hah?? Sotoy lo! Emang mungkin?" ujar Abdul pesimis.
"Ooooh, tidak bissa!" kata Munif menimpali.
"Kita pinjam saja satu ekor sapi kepunyaan paman untuk menghitung jatah pembagian buat kita. Tapi ingat lho, ini sapi boleh pinjam, jadi harus dikembalikan lagi." lanjut Farhan berceloteh.

Berarti bagian si Abdul adalah 12 ekor sapi. Jatah untuk si Munif adalah 8 ekor sapi sedangkan milik Farhan adalah 3 ekor sapi. Jika dijumlahkan : 12+8+3=23 ekor sapi. Masih ada satu ekor sapi lagi dan itu adalah milik sang Paman yang statusnya boleh pinjam dan harus dikembalikan (dipinjam hanya untuk menghitung doank !!)

APA YANG SALAH DARI WASIAT SANG ABI ??